Aneh sekali soal ibu ngasih ASI atau enggak ke darah dagingnya sendiri mau diatur sama Gubernur/Bupati? Seolah nggak ada hal lain yang lebih mendesak untuk dibenahi di daerahnya?. Kampanyemendukung pemberian ASI eksklusif, tapi bukan Negara yang campur tangan.
Pemerintah sangat mendukung program pemberian ASI eksklusif begitu juga UNICEF bahwa Negara-negara maju sudah mulai concent dalam program ini, dan juga Asosiasi advertising susu formula yang kaya akan kandungan macem-macem yang membuat kebimbangan apakah lebih bagus ASI /susu formula, makanya dihari terakhir kita melakukan visit
Negara tidak memiliki hak mengatur tubuh perempuan, apalagi mengatur-ngatur soal kegunaan payudara ibu. Negara bias mengatur memastikan para ibu mendapat fasilitas pelayanan kesehatan yang gratis terutama bagi ibu-ibu kalangan kurang mampu. Negara bias menjalankan program kampanye ASI bersama UNICEF dengan persuasive, ramah dan efektif. Negara seharusnya bisa mengatur distribusi susu formula dan mengawasi rumah sakit yangmemaksa penjuala susu formula pada bayi yang baru dilahirkan. Tapi Negara tidak mempunyai hak mengatur payudara perempuan.
Dengan kekuatan penggalangan kesadaran komunitas mendorong kelompok-kelompok tertentu untuk dengan sadara berpartisipasi. Perempuan harus begini dan harus begitu, perempuan sudah banyak berkorban di negeri ini jangan lagi dibebankan oleh keharusan-keharusan yang membelenggu.
Guberbur /bupati bias nongkrong di depan para perempuan untuk memelototin mereka yang lagi menyususi bayinya. Mereka ini bias diduga adalah para suami yang tak bahagia dalam perkawinannya, atau masa kecilnya ak dapet ASI, jadi ngebet banget.
Jangan mau. Tolak. Lawan. Cuekin. Mendingan mereka ini pakai energy, dana, danpikiran untuk menjamin gizi yang baik bagi para ibu dan anak-anak dengan cara meningkatkan kesejahteraan mereka.
Coba lihat deh polanya; dimulai dari RUU APP, lalu jam malam buat perempuan, lalu kewajiban pakai kerudung , lalu celana dalam gembok, dan sekarang soal menyusui. Gila betul para pejabat di negeri ini: sangat terobsesi pada tubuh perempuan! Ada apa ini!
Tidak benar kalau Perempuan yang tidak memberi ASI dianggap tidak memperhatikan kebutuhan dan hak anak. Ini pemikiran yang picik saja.
Kalau sampai ada perda ASI, bagaimana nasib para ibu yang sakit, tidak bisa mengeluarkan air susu ibu-nya dan atau anak yang kehilangan ibunya. Apakah anak-anak yang tidak mendapatkan ASI karena alasan medis pun tidak boleh mendapatkan susu alternatif atau formula? Bagaimana ini?
Negara ini Cuma dibangun atas dasar kesepakatan politik, bukan menjawab kebutuhan masyarakat. Dan sekali lagi, kesibukan politik negara ini hanya mau intervensi urusan personaldan terus menerus mengganggu kedaulatan tubuh perempuan. Bila negara terus begini, sebaiknya memang perempuan bersatu dan melawan.
Memang sudah menjadi ciri kerja pemerintah ini, bila ggal unutk melkasanakan program-programnya langsungpikirannya membuat perda ini dan itu. Bukannya pemerintah lebih giat lagi bekerja dan membuat konsep dan kerja implementasi yang efektif dan penggalangan kerja sama di seluruhn komunitas, yang kesemuanya itu lebih bermanfaat buat masyarakat.
Kegagalan ASI ka kegagalan pemerintah, kok ibu-ibu yang dieprdakan? Dinegara maju tidak ada perda ASI dan mereka baru belakangan ini melakukan kampanye ASI. Artinya, kendala mereka lebih besar, karena tradisi ASI sudah lama ditinggalkan sejak tuntutan ekonomi semakin besar. Juga, menyusui anak di depan umum bukankebiasaan tradisi mereka. Jadi, mereka harus memulai dari awal untuk advokasi ASI. Sedangkan Indonesia ASI masih mengakar pada tradisi kita dan di kampung-kampung masih banyak yang menyusui anak-anaknya di depan umum, artinya ASI masih diterima dengan baik oleh budaya kita.
Sedemikian besarnya kendala di negar a maju, toh mereka tidak seenaknya keluarkan perda ASI yang dapat menstigma ibu-ibu. Buk aperda-perda yang merek a pikirkan tapi program-program pemerintah dan kerja sama yang kuat antara pemerintah dn komunitas-komunitas untuk kampanye ASI. Pemerintah negara maju punya “nyali”menghadapi industri susu formula, dan juga punya komunikasi yng efektif, serta benar-benar menjalankan funsinyamengawasi rumha-rumah sakit. Tapi semua itu dilakukan dengan sangar simpatik, efektif san bertanggung jawab oleh pemerintah tanpa sama sekali melakukan stigma terhadap ibu-ibu. Pendekatan mereka persuasif. Iklan-iklan layanan masyarakat ditingkatkanbersaing dengan susu formula. Jadi, mereka tidak melarang ini dan itu, menyalahkan ibu-ibu, tapi bekerja keras untuk membuat program kerja mereka berhasil.
Saya merasa pemerintah kita memang tidak mampu mengelola kesehatan universal masyarkat kita.kat kita.
Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menuntut pemerintah melakukan pekerjaannya yaitu distribusi susu formula yang diatur dengan baik, penyediaan fasilitas ramah ASI, program-program kesehatan menyeluruh di rumah-rumah sakit yang memiliki tenaga handal untuk membantu ibu soal ASI, penyedeiaan rumah sakit ibu dan anak gratis untuk kalangan bawah, dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan pemerintah dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak. Saya merasa bila hal-halyagn difokuskan oleh pemda Makassar dan bukan perda ASI pasti akan lebih produktif dan bermanfaat bagikita semua.
Perda ASi itu mengandung stimatisasi dan targetnya kepada ibu-ibu padahal kegagalan ASI bukan karenaibu-ibu tapi karena buruknya informasi ASI (perlu tingkatkan iklan layanan masyarakat soal ASI yang menarik dan simpatik), manajemen kesehatan serta distribusi susu formula yang kesemuanya adalah tanggung jawab pemerintah. Kok ibu-ibu yang menjadi sasaran? Inilah yang membuat saya nggak habis pikir.
Perempuan di iNdonesia sudah begitu banyak dirugikan. Soal traficking (penjualan perempuan dan anak perempuan), soal kekerasan domestik, soal poligami, soal angka kematian ibu yang meningkat, soal upah kerja yang tidak setara dengan laki-laki, soal pensisikan anak perempuan yang masih lebih rendah, soal ibu-ibu yang harus meninggalkan anak-anaknya di kampung karena harus mencari nafkah dengan menjadi pembantu di kota-kota besar ataudi luar negeri, dan masih banyak segudang soal lainnya. Belum lagi kekhawatiran ibi terhadap anak-anaknya, sindikat narkoba yang semakin gencar yang membuat anak-anaknya tidak aman. Ini tanggung jawab siapa? Saya bisa tambha lagidaftar semakin panjang, soal harga-harga makanan yang terusnaik (mau masak apa sekarang supaya anak-anak sehat?), soal biaya pendidikan yang aduh mahal-mahaknya (mau sekolah apa anak-anak?), soal biaya dokter dan sebagainya.
Sangat menarik pemerintah sangat mendukung pemberian ASi eksklusif begitu juga UNICEF bahwa negara-negara maju sudah mulai concent dalam program ini, dan juga Asosiasi advertising iklan susu akan menyeleksi tayangan iklan yang disampaikan kemasyarakat mengenai susu formula yang kaya akan kandungan macem-macem yang membuat kebimbangan apakah lebih bagus ASI/susu formula, maka perlu adanya survey kepada ibu-ibu hamil dan juga yang baru melahirkan :
1. Survey melihat keadaan apakah ada iklan-iklan susu formula yang terpampang didinding RS bersalin, (ada yang terpampang ada yang tidak)
2. Menanyakan ke ibu yang baru melahirkan pada saat setelah persalinan beberapa jam kemudian ibu dilatih unutk menyusui anak? Jawaban TIDAK, susteAK, suster lebih memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir.
3. Ibu-ibu lebih banyak memilih susu formula dibanding ASI.
Kurangnya komitmen bersama untuk bisa mengupayakan pentingnya ASI, seperti sudah kehabisan akal. Seminar, worshop sangat sering tapi tidak menyentuh, kurang maksimal. Yang ada hanya komat kamit buka KOMITMEN. Mengkampanyekan penggunaan ASI bukan harus mem PERDA kan. Lebih membangun kesadaran bersama, pemerintah mendukung penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar